Pandangan Tech Enthusiast terhadap Drama Korea ‘Start-Up’
Se-relate apa sih drama Korea ‘Start-Up’ dengan kehidupan startup di dunia nyata?
Start Up merupakan salah satu drama Korea yang — sesuai namanya — menceritakan tentang sepak terjang seorang anak jenius, bernama Nam Do San (diperankan oleh Nam Joo Hyuk), dalam merintis Samsan Tech, yaitu startup di bidang Artificial Intelligence yang dibangun bersama dua temannya, Kim Yong-san dan Lee Chul-san.
Selain karena kisah romantisnya yang bikin baper, drama ini menjadi booming dan banyak diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia karena banyak mengangkat kisah-kisah nyata para pegiat start-up dan teknologi di dunia nyata. Mulai dari istilah-istilah yang digunakan seperti investor, akusisi, hingga aktivitas atau kejadian yang dialami oleh para pegiat teknologi seperti pitching, dan adegan Injae Company yang terserang ransomware akibat ulah anggota timnya sendiri.
Dari keseruan drama Start-Up beserta pengikutnya untuk #TimJipyeong dan #TimDosan, pernah nggak sih kalian bertanya-tanya, “Memang iya ya bisnis di dunia start up kaya gitu?”. Atau mungkin beberapa dari kalian suka memperhatikan outfit Do San yang seringnya pakai hoodie dibandingkan kemeja, itu relate lho bagi para programmer.
Yuk cari tahu, se-relate apa sih drama Start-Up dengan start up di dunia nyata?
1. Sandbox di dunia nyata
Kalau kalian search di Google dengan keyword “Sandbox”, maka Sandbox seperti ini yang akan muncul.
Namun, dalam serial Start-Up, Sandbox digambarkan dengan tempat yang memiliki fasilitas teknologi dan cocok untuk ditempati oleh para pelaku startup serta para investor.
Dalam serial Start-Up, sebagian besar adegan mengambil latar belakang Sandbox. Sandbox dalam drama ini merupakan pihak yang menghubungkan para pegiat start up dengan investor. Namun, sebelum dipertemukan dengan investor, para pendiri start up harus mengikuti program inkubasi yang diadakan oleh Sandbox.
Dikutip dari Kumparan, program inkubasi startup di dunia nyata macam ini juga ada, seperti Y Combinator, AnglePad, hingga 500 Startups. Perusahaan raksasa teknologi layaknya Google dan Facebook pun juga menggelar program inkubasi untuk ikut membantu para startup.
Di Indonesia, ada program inkubasi startup ala Sandbox. Penyelenggara program tersebut di antaranya adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) lewat program 1.000 Startup Digital, Telkom lewat Indigo Incubator, Grab lewat Ventures Velocity, Telkomsel The NextDev, Gojek Xcelerate, Founder Institute, dan masih banyak lagi.
Organisasi yang menggelar program inkubasi ini membantu para wirausahawan baru atau tahap awal dalam mengembangkan ide bisnis, membentuk perusahaan, sampai menawarkan layanan atau solusi ke publik. Program inkubasi startup seperti ini biasanya menjadi wadah ‘mak comblang’ bagi para wirausahawan dengan investor.
Kelak, para pemilik startup ini akan mempresentasikan ide, inovasi, solusi, dan model bisnis mereka, kepada para investor. Hari itu disebut sebagai Demo Day.
Tidak semua startup akan mendapatkan investasi. Startup yang mendapatkan investasi sekali pun, bisa jadi gagal berkembang. Startup yang saat ini bertahan dan terus berkembang, mereka pasti telah melalui badai dan ombak besar yang datang silih berganti. Ada dari startup tersebut yang kemudian memenangkan pasar. Atau, ada juga yang berakhir dengan jalan diakuisisi dan merger.
2. Investor, pihak yang paling diandalkan selain customer
Customer adalah raja. Namun, start up membutuhkan pihak selain customer untuk mendapatkan keuntungan, yaitu investor. Investor merupakan pihak yang siap memberikan modal untuk mengembangkan suatu bisnis.
Sederhanya, ketika kita ingin menjual baju, namun kita nggak punya uang — buat beli kain, membayar penjahit untuk membuat baju — maka disinilah peran investor diperlukan. Ketika kita bekerja sama dengan investor, maka investor akan memberikan modal sehingga kita bisa membeli kain, membayar penjahit, dan menciptakan produk baju untuk dijual kepada customer.
Begitu pula di start up. Diperlukan developer, business analyst, dan designer. Supaya suatu produk bisa berjalan dengan baik, maka peran investor akan sangat membantu.
3. Koding dan hackathon
Di Episode 5, ditunjukkan adegan ketika para peserta Sandbox mengikuti hackathon (hack marathon) selama 2 hari. Hackathon merupakan istilah umum bagi para geek coding. Hackathon biasanya relate dengan perlombaan mencari bugs dalam sebuah program.
Do San, Lee Chul-san (Yoo Soo-bin), dan Kim Yong-san (Kim Do-wan) terlihat fokus mengetik beberapa bahasa pemrograman untuk menciptakan produk bisnis utamanya yaitu Artificial Intelligence (AI). AI merupakan suatu kerja mesin yang dibuat mirip dengan cara berpikir manusia.
Menurut CNBC Indonesia,
Karakteristik ideal AI adalah kemampuannya untuk merasionalisasi dan mengambil tindakan yang memiliki peluang terbaik untuk mencapai tujuan tertentu.
Produk AI buatan Samsan Tech sendiri dapat berfungsi untuk mendeteksi gambar dan diterapkan pada sistem deteksi tanda tangan nasabah bank sehingga nantinya AI ini dapat mendeteksi perbedaan tanda tangan palsu dan tanda tangan asli.
Dalam drama Start-Up, ditunjukkan bahwa Do San menggunakan text editor yang mirip dengan Microsoft Visual Studio Code.
Adegan lain menunjukkan tentang Entity Realtional Database (ERD) untuk penerapan pemrograman. ERD ini biasa digunakan untuk menetapkan flow dan variabel untuk mempermudah programmer sebelum mengimpelementasikan koding. Semakin banyak flow-nya, maka semakin banyak entity yang diperlukan dan terlihat semakin kompleks.
4. Outfit terbaik para programmer
I ask my-tech-friends about outfits, and here are their answers.
“And of course hoodie adalah hal wajib wkwkwk.”
— Rr, better left unsaid
“Programmer idupnya udah ribet mikirin kodingan, jadi gaakan ribet mikirin baju wkwk.”
— Tama, DevOps
5. Graphic designer, kok banyak komen?
Sa Ha (Stephanie Lee) dalam drama ini berperan sebagai graphic designer. Sekilas, sikapnya agak sombong dan seenaknya sendiri. Ia pulang kapanpun ia mau, dan banyak mengkritik Samsan Tech.
Namun, jika dihubungkan dengan dunia nyata, sikap ‘sering mengkritik’ ini sebenernya relate, lho! Designer terbiasa bersikap detail dan seimbang. Gambar harus presisi, ukuran font yang sesuai, dan lain hal yang bisa saja terbawa ke kehidupan sehari-hari. Secara tidak langsung, graphic designer adalah orang yang kritis karena memerhatikan hal-hal kecil.
Cerita dari pengalamanku sendiri, temenku pernah bercerita tentang tugas mata kuliah user interaction yang sepertinya selalu dikomen oleh dosen dan mendapat revisi.
“Kok, kayanya tugas gue nggak bener-bener ya? Padahal cuma beda panjang kotak form aja, lho!”
— Teman di 2017
Terlalu memperhatikan hal kecil seperti ini memang sering terjadi. Selain untuk memperhatikan keseimbangan dan bagusnya sebuah desain, para designer juga memikirkan dari sisi pengalaman pengguna (user experience). Jadi, harap sabar ya kalau kamu punya teman yang suka komen. Mungkin dia cocok jadi graphic designer atau UX designer :)
6. Presentasi bisnis itu nggak sembarangan, siapkan materi untuk Elevator Pitching
Demo Day dalam drama Start-Up ditunjukkan dengan adegan Seo Dal-mi (Bae Suzy) mempresentasikan mengenai bisnis artificial intelligence Samsan Tech. Presentasi ini bisa dibilang sebagai Elevator Pitching, yaitu presentasi untuk meyakinkan orang lain mengapa mereka harus menggunakan produk kita. Karena tujuan dari elevator pitching adalah untuk menarik minat calon pelanggan hingga investor, kita nggak bisa sembarangan presentasi seperti di depan kelas.
Beberapa poin penting di elevator pitching berkaitan dengan latar belakang/permasalahan yang diangkat, terdapat data/hasil riset, pemecahan masalah dari kita, dan keunggulan produk kita. Berikut ini merupakan salah satu video elevator pitching dari Kitabisa.com.
9. Don’t trust anyone
Di Episode 13, terdapat adegan dimana startup Injae Company mendapatkan serangan ransomware. Ransomware sendiri yaitu serangan malware yang akan mengunci seluruh file yang ada di perangkat kita dan biasanya diperlukan uang tebusan dari pihak tak bertanggungjawab supaya file di perangkat kita bisa dibuka kembali.
Dalam serial, ditunjukkan bahwa Injae Company memiliki waktu 8 jam untuk membayar sejumlah uang kepada black hat. Namun, pada akhirnya, diketahui bahwa orang di balik serangan ransomware ini adalah karyawan Injae Company sendiri.
Adegan ini relate dengan banyak kejadian serangan malware di beberapa perusahaan di dunia nyata yang pelakunya adalah karyawan/mantan karyawan sendiri. Kasus seperti ini pernah menjadi riset Accenture pada tahun 2016. Adegan ini mencoba mengedukasi kepada kita bahwa jangan terlalu gampang percaya terhadap seseorang. Apalagi ketika kita bekerja di bidang teknologi.
What do They Say?
Selain hal-hal di atas, aku mencoba menanyakan beberapa pendapat teman pegiat teknologi mengenai drama Start-Up.
“Pressure kalau diandalkan jadi programmer utama emang kerasa banget. Apalagi harus agile sesuai business plan. Udah pusing, jadi tambah pusing.”
— Tama
“Serial Start-Up relate banget dalam hubungan pemrograman dan bisnis. Mirip dengan yang kita pelajari di jurusan Sistem Informasi. Apalagi tentang memilih tim. Samsan Tech bisa sukses karena anggota timnya bisa saling bekerja sama dengan baik mengandalkan kemampuan masing-masing orang. Di serial ini juga menceritakan tentang machine learning yang sedang banyak dipelajari saat ini. Of course, cerita sepak terjang membangun startup di serial ini nggak selalu mulus. Begitu juga di dunia nyata. Perjuangannya akan lebih susah daripada di drama. Nggak relate-nya mungkin di bagian debugging dan sprint yang perlu ditentukan saat pembuatan aplikasi. Selain itu, tentu kisah percintaan di drama ini nggak akan relate dengan kehidupan banyak orang, hahaha.”
— Rr
“Start-Up ini merupakan salah satu drama yang tiap kali nonton setiap episodenya bikin aku merinding. Tapi, namanya juga drama dan kita cuma dikasih 16 episode, yang diperlihatkan ya mostly kesuksesan-kesuksesannya aja. Padahal kalo di dunia nyata ga segampang itu, hehe. Anyway, drama ini cocok banget untuk dijadiin motivasi bagi yang punya startup atau yang lagi planning mau buat startup. Beberapa hal yang bikin relate sama kehidupan nyata itu kerja tim Samsan Tech yang patut dicontoh. Semua orang powerful sesuai kemampuannya masing-masing. Right person for the right position. Emang sih Seo Dal-mi gangerti koding, tapi Seo Dal-mi paham betul big picture dari apa yang dia kerjakan dan penggunaan produk aplikasi Samsan Tech di dunia nyata. By the way, Dal-mi juga jago banget pas pitching, karena itu yang dibutuhkan. Kalau Nam Do San yang jadi CEO dia kurang cocok, karena Nam Do San ini terlalu fokus sama detail algoritma. Do San juga kurang tau visi perusahaan kedepan akan bagaimana. Inget kan scene dimana Samsan Tech minta Han Ji Pyeong untuk investasi di Samsan Tech? Atau, scene waktu Samsan Tech menang CODA? Nah, emang sih teknologi yang mereka buat itu keren banget. Tapi ada satu yang ketinggalan nih dari Samsan Tech, yaitu business plan. Mereka gatau bagaimana cara ngedapetin uang dari teknologi ini, sedangkan investor adalah business people dia gamau tau tuh algoritma untuk bikin teknologinya gimana. Yang diinginkan oleh investor adalah teknologinya berhasil, digunakan oleh masyarakat banyak dan teknologi itu menghasilkan UANG. So, plan your business.”
— Dhiya
Jadi, bagaimana? Tertarik untuk menonton drama ini? Atau mulai terfikir untuk membangun startup? Pastikan kamu benar-benar siap untuk memperjuangkan hasil terbaik bagi startup-mu, ya!
Artikel lain tentang Start-Up: